Beramar Ma'ruf Nahi Munkar

Salah satu tugas yang diemban seorang muslim adalah perbaikan atau pembenahan (ishlah), baik dalam kapasitasnya sebagai individu, keluarga, masyarakat dan institusi lainnya. Dalam Al Qur’an, pembenahan ini juga diistilahkan dengan amar ma’ruf nahi munkar. Seorang ulama menjelaskannya dengan amar ma’ruf adalah sebuah upaya mengkonsolidasikan seluruh energy positif – konstruktif dari seorang muslim. Sementara itu yang dimaksud dengan nahi mungkar adalah sebuah usaha keras untuk memperkecil ruang gerak potensi negative – destruktif. Potensi ini selalu memprovokasi, memecah belah dengan program – program destruktifnya.

Tugas ini yang membuat seorang muslim atau umat muslim menjadi terbaik di muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an yang artinya, “Kalian adalah sebaik – baik umat diantara manusia yang menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar…”

Tetapi tugas mulia ini bisa diterjemahkan dalam aksi yang bermacam – macam dan berbeda tergantung pemahamannya terhadap makna amar ma’ruf nahi munkar. Sehingga misalnya karena pemahaman yang tidak utuh tentang hal ini, aksi amar ma’ruf nahi mungkar menimbulkan kemungkaran yang lebih luas.

Maka, menjadi penting untuk mengetahui dan mengkaji batasan – atasan amar ma’ruf hai mungkar yang bisa dijadikan acuan aksi – aksi amar ma’ruf nahi mungkar tersebut. Karenanya menjadi kewajiban kita sebelum melakukan sesuatau kita mengetahui dan menguasai ilmunya secara baik dan utuh. Agar fitnah dan kerusakan di muka bumi tidak terjadi.

Read More......

Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan

Islam, sebagai sebuah system, sesungguhnya menawarkan solusi pencegahan masalah dan bagaimana kita dapat mengatasi efek yang timbul kemudian. Salah satunya adalah Zakat, yang merupakan sebuah instrument solusif.

Ada beberapa hal penting yang harus kita lihat kembali di dalam pemahaman kita terhadap makna zakat beserta visinya. Tentu Allah tidak sedang bermain – main meletakkan zakat sebagai pilar utama atau rukun keempat di dalam agama Islam, bila tidak memiliki fungsi dan peran besar di dalam kesejahteraan masayarakat. Namun, sebagian besar masayarakat kita terbingkai pada pemaknaan zakat terbatas pada maknanya secara fiqih, belum menyetuh kepada esensi syareat zakat buat kehidupan manusia. Karenanya, menarik untuk mengaitkan zakat terhadap pengetasan kemiskinan maupun krisis ekonomi yang sedang terjadi.

Beberapa hal penting tentang zakat yang berhubungan dengan krisis ekonomi, diantaranya: Pertama, zakat adalah ibadah yang tidak hanya berbentuk kepatuhan kepada Allah Swt semata akan tetapi juga sebagai perwujudan tanggung jawab sosial kita terhadap masyarakat terhadap masyarakat terlebih yang dhuafa. Sebagai tanggung jawab sosial, maka zakat merupakan piranti sosial yang akan memberdayakan masyarakat dhuafa. Dan ini menjadi kekuatan masyarakat. Tentu, hal ini akan bisa diwujudkan bila penghimpunan dan pemberdayaan zakat dikelola secara baik.

Kedua, zakat sangat menjaga kepada pemilik harta di dalam mendapatkan agar selalu menjaga kebaikan dan kehalalannya. Tayyib dan halal adalah system nilai yang terkandung dari zakat. Apabila seseorang di dalam mengais rezeki senantiasa meperjuangkan kebaikan, kebenaran cara memperoleh serta kehalalannya, maka sudah tentu ini adalah musuh yang ampuh terhadap korupsi, kolusi, nepotisme, suap, premanisme dll. Dan kita semua tahu akibat dari praktek – praktek buruk tersebut menjadikan perekonomian sakit dan krisis.

Ketiga, Zakat akan tumbuh subur bila riba diberangus, karena Allah sudah nyatakan bahwa Allah akan memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah atau zakat (QS Al Baqarah: 276). Oleh karenanya, bila praktek riba seperti bunga bank, rentenir dan lain – lain masih marak, maka jangan diharap kehidupan masyarakat akan subur dan makmur karena keberkahan dicabut oleh Allah, naudzubillah.

Keempat, mendahulukan syareat zakat sehingga menumbuhkan sikap dermawan berperang melawan sifat kikir dan pelit, maka Allah akan melipatgandakan pahalanya, membersihkan harta yang masih ada dan mensucikannya serta menjadikan kehidupan penuh berlimpah keberkahan.

Kelima, membangun visi zakat yang visioner bahwa zakat dapat berperan banyak dalam pemberdayaan masyarakt, seperti: program cluster bantuan dan perlindungan sosial, permodalan masyarakat, UKM berbasis masjid, dan program jaminan sosial yang lain. Hal ini akan menumbuhkan dan memperkuat modal sosial yang akan menjadikan masyarakat memiliki ketahanan terhadap badai krisis termasuk krisis ekonomi.

Read More......

Jadilah Muslim Visioner

“Dan hendakalah takut kepada Allah orang – orang yang seandainya meninggalkan di belakangan mereka anak – anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.” (An Nisa : 9)

Kalau kita sering membaca Al Quran maupun hadist, akan banyak menemukan dalil yang isinya menyuruh untuk mengantisipasi masa depan. Ini menunjukkan bahwa umat Islam diajak untuk serius memikirkan dan mempersiapkan masa depannya.

Lintas Ruang dan Waktu
Ayat diatas mengilhami kita untuk berpikir visioner, menembus jauh ke depan melampaui ruang dan waktu. Tidak boleh terjebak hanya berpikir dan bekerja untuk hari ini, apalagi hanya berpikir dan bekerja untuk hari ini, apalagi hanya untuk meratapi masa lalu. Sesekali boleh menengok masa lalu sebagai cermin utuk membaca diri. Tapi sesaat saja. Selebihnya adalah menatap masa depan. Adalah bodoh jika bercermin sepanjang hari, sama bodohnya jika berpikir dan bekerja hanya untuk hari ini.

Jika tidak berpikir antisipatif, dengan sendirinya kita akan tergiring untuk berpikir dan bersikap pragmatis dan reaktif. Pekerjaan kita hanya respon dangkal atas permainan yang dilempar orang lain. Hanya menari – nari diatas genderang orang lain, kita hanya mengerjakan PR yang dibuatkan orang lain. Maka kita akan menjadi bulan – bulanan pihak lain. Kita harus menjadi subjek yang menentukan arah dan tujuan hidup kita sendiri, apalagi bagi dunia. Kita harus istiqomah dalam berdakwh ditengah masyarakat yang modern ini.

Berpikir visioner akan menjadikan kita kreatif dan inovatif. Tidak akan berhenti berjuang hanya gara – gara batu sandungan, tak patah arang menghadapi rintangan dan tantangan. Karena tujuan sudah jelas dan peta sudah ditangan, maka semua cara akan digunakan, semua upaya dikerahkan, bahkan kita tak segan untuk berkorban. Jika sudah begini, Insya Allah seribu satu jalan akan terbuka menuju pulau harapan.

Visi muslim sejati adalah esensi dari ide besar Islam yang selalu diperjuangkan melalui misi, strategi, dan agenda yang jelas, terencana dan terukur. Visi tanpa aksi adalah mimpi. Aksi tanpa visi adalah rutinitas yang menjemukan, amal yang sia – sia, perbuatan yang tiada arti. Karena itu, setiap muslim mesti berpikir, akan menjadi apa sepuluh, dua puluh, atau seratus tahun yang akan datang. Bahkan harus bisa “melihat” bagaimana kehidupannya kelak di akhirat. Inilah yang membedakannya dengan pandangan awam, yag menganggap visi hanya seperti mimpi atau angan.

Teladan Abadi.
Ketika pertama kali menggerakkan dakwah, Rasulullah Saw sudah bisa melihat masa depan Islam, seabad, lima abad, empat belas abad, dua puluh abad ke depan, bahkan hingga dunia berakhir. Beliau memimpikan Islam yang memimpin, menguasai, dan menjadikan dunia selalu dalam keadaan beruntung. Tidak ada kata kalah, menyerah, atau terpinggirkan apalagi seorang da’i mujahid. Rasulullah saw selalu mencontohkan kata – kata yang unggul, hebat, tak terkalahkan, tak tertandingi, mulia, dan tinggi. Semua ini dicontohkan agar umatnya mempunyai rasa percaya diri untuk berjuang. Tanpa usaha yang berarti, semua kata – kata hebat itu hanya akan menjadi sejarah, dan kita sendiri akan terkubur bersamanya.

Orang seperti ini kurang mensyukuri nikmat Allah Swt. Sangat mengecewakan penciptanya, yang telah memberikan fasilitas hidup dan segala sarana yang tidak sedikit harganya. Bahkan, manusia yang tidak memiliki visi seperti ini sama halnya mayat hidup. Jasadnya hidup, tetapi sesungguhnya jiwanya telah mati. Na’udzubillah.

Read More......

Fatwa Seputar Memilih Pemimpin

Syeikh Abdul Aziz Bin Abdillah Bin Baz
Rasulullah Saw bersabda bahwa setiap amal itu tergantung pada niatnya, setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya. Oleh karena itu tidak ada masalah untuk masuk ke parlemen bila tujuannya memang membela kebenaran serta tidak menerima kebatilan. Karena hal itu memang membela kebenaran dan dakwah kepada Allah Swt. Begitu juga tidak ada masalah dengan kartu pemilu yang membantu terpilihnya para da’i yang shalih dan mendukung kebenaran dan para pembelanya, wallahul muwafiq. (Referensi : Liwa’ul Islam – Edisi 3 Zulqaidah 1409 H)

Syeikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin
Saya memandang bahwa masuk ke dalam majelis perwakilan (DPR) itu boleh. Bila seseorang bertujuan untuk mashlahat baik mencegah kejahatan atau memasukkan kebaikan. Sebab semakin banyak orang – orang shalih di dalam lembaga ini, maka akan menjadi lebih dekat kepada keselamatan dan semakin jauh dari bala’. Sedangkan masalah sumpah untuk menghormati undang – undang, maka hendaknya dia bersumpah untuk menghormati undang – undang selama tidak bertentangan dengan syariat. Dan semua amal itu tergantung pada niatnya di mana setiap orang akan mendapat sesuai yang diniatkannya. Namun tindakan meninggalkan majelis ini buat orang – orang bodoh, fasik dan sekuler adalah perbuatan ghalat (rancu) yang tidak menyelesaikan masalah. Demi Allah, seandainya ada kebaikan utuk meninggalkan majelis ini (Parlemen), pastilah kami akan katakan wajib menjauhinya dan tidak memasukinya, namun keadaannya adalah sebaliknya. Mungkin saja Allah Swt menjadikan kebaikan yang besar dihadapan seorang anggota parlemen. Dan dia barangkali memang benar – benar menguasai masalah, memahami kondisi masyarakat, hasil – hasil kerjanya, bahkan mungkin dia punya kemampuan yang baik dalam berargumentasi, berdiplomasi dan persuasi, hingga membuat anggota parlemen lainnya tidak berkutik. Dan menghasilkan kebaikan yang banyak. (Majalah Al Furqan – Kuwait hal 18 – 19 Zulhijah 1411)

Syeikh Shalih Al Fauzan Hafidhahullah
Maka bila masuknya ia akan mendatangkan hasil yang baik maka ia hendaknya masuk. Namun jika hanya sekedar untuk menerima dan tunduk kepada apa yang mereka inginkan, dan tidak ada kemashlahtan bagi kaum muslimin dengan masuknya ia maka ia tidak dibolehkan untuk mejadi anggota parlemen. Para ulama mengatakan “Mendatangkan mashlahat atau menyempurnakannya”, artinya bila mashlahat itu tidak dapat diraih seluruhnya, maka tidak apa – apa walaupun hanya sebagian yang dapat dicapai, dengan syarat tidak menyebabkan terjadinya kemafsadatan yang lebih besar. (Fatwa ini berasal dari sebuah kaset yang direkam dari Syeikh, lalu dimuat dalam buku Ash Shulhu Khair terbitan Jama’ah Anshar As Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan)

Fatwa Lajnah Da’imah Lil Ifta
Barang siapa yang memiliki pemahaman yang dalam tentang Islam, iman yang kuat, keislaman yang terbentengi, pandangan yang jauh ke depan, kemampuan retorika yang baik serta mampu memberikan pengaruh terhadap kebijakan partai hingga ia dapat mengarahkannya ke arah yang Islami, maka ia boleh berbaur dengan partai – partai tersebut atau bergabung dengan partai yang paling dekat dengan al haq, semoga saja Allah memberikan manfaat dan hidayah dengannya, sehingga ada yang mendapatkan hidayah untuk meninggalkan gelombang politik yang menyimpang menuju politik yang syar’i dan adil yang dapta meyatukan barisan umat, menempuh jalan yang lurus dan benar. Akan tetapi jangan sampai ia justru mengikuti prinsip – prinsip mereka yang menyimpang. (Fatwa Lajnah Da’imah Ketua : Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, wakil : Abdurrazzaq Afifi, anggota : Abdullah bi Ghudayyam, Abdullah bin Qu’ud)

Ust. Dr H. M. Muinudinillah Basri, M. A.
“… Saya telah menanyakan langsung kepada Syeikh Bin Baz, Syeikh Utsaimin, Syeikh Abdul Aziz Ali Berkaitan dengan negara Indonesia yang sekuler, apakah boleh kaum muslin mencalonkan orang yang kuat dan shalih dikalangan mereka, agar menjadi anggota legislatif untuk berjuang membuat undang – undang yang berlandaskan Islam. Jawabannya beliau semua membolehkannya. (Referensi bulletin dakwah indiva)

Read More......

Pribadi Dan Da’i Penuh Prestasi

Apabila kita buka lembaran sejarah sejak Islam muncul menyeruak dinamika peradaban dunia, maka kita akan menemukan bahwa di setiap kurun, selalu ada tokoh terdepan yang memimpin generasinya. Mereka adalah penggores tinta emas yang menjadi energi generasi belakangan. Nama mereka harum semerbak mewarnai langkah garis perjuangan orang – orang setelah mereka. Cita – cita mereka melampaui usia dan generasi di mana mereka hidup. Karena mereka berjalan dengan mentaati rambu – rambu syariat Allah. Asa mereka dibalut dengan ketinggian dan keluhuran obsesi. Target mereka jauh ke depan demi menancapkan kepemimpinan Islam di atas semua peradaban.

Generasi sahabat misalnya. Kalau kita tilik lebih jauh, di kurun mereka sangat banyak para ulama yang menghabiskan hari – harinya dengan dakwah dan jihad mengajarkan ilmu dan berjuang memanggul senjata. Sebut saja Ibnu Mas’ud RA sebagai contoh. “Apabila umat ini hendak berinteraksi dengan Al Qur’an seperti Jibril mewahyukannya, maka hendaklah ia meniru bacaan Ibnu Mas’ud,” kira – kira demikian legalitas langsung dari mulut Rasulullah Saw. Untuk kecakapan Ibnu Mas’ud melafalkan ayat – ayat Allah. Sangat unik, dalam sejarah kita temukan betapa beliau tidak pernah berhenti membaca dan megajarkan ilmu, namun di sebalik itu beliau mampu menyingkap tabir – tabir rabbani dengan kualitas juang yang melebih itu semua. Beliau tidak mau absen dari medan dakwah dan jihad. Ibnu Mas’ud juga tampil generasi pertama yang membawa Islam ke negeri Seribu Satu malam, Irak.

Itulah Ibnu Mas’ud, salah seorang sosok sahabat Rasulullah yang telah mewariskan kepada kita, betapa Islam adalah agama yang komprehensif, integral, dan universal. Di satu sisi, Islam adalah aqidah dan akhlak, ilmu dan ibadah, masjid dan pasar tetapi di sisi yang lebih luas, Ibnu Mas’ud memahami betul bahwa “Islam juga adalah dakwah dan jihad”. Itulah mengapa generasi mereka disebut oleh Rasulullah Saw sebagi Khairul Qurun.

Saat ini kita hidup di tengah – tengah arus globalisasi. Pergumulan ideologi berpacu dengan dekadensi yang terjadi di semua nilai. Keroposnnya iman dan melemahnya daya tahan menghadapi tantangan tengah menggerogoti umat. Krisis ekonomi melumpuhkan anak – anak bangsa, bencana alam menghimpit di mana – mana, kemisikinan, pembunuhan, penindasan, perampokan, pengangguran, semuanya melengkapi komplikasi problem yang melanda umat.

Allah Swt telah megajarkan kepada kita semua, siapapun kita, dimana dan apapun profesi kita : “Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang – orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS At Taubah : 105).

Subhanallah. Beliau yakin, semulia apapun tanah yang kita injak, ia tidaklah jaminan untuk mengkapling surga di akhirat kelak. Amal dan pengadianlah yang akan mampu mengganti segala dosa dengan kebaikan. Tapaki jalan hidup dengan berbuat yang baik untuk diri dan umat. Melangkah dengan penuh tekad. Menyemai benih – bnieh kebangkitan dengan ilmu dan amal, dakwah dan prestasi. Kata kuncinya ada di tekad membaja hati ini. Sejauh mana kita mapu menata diri, mengauh biduk studi dengan dayung prestasi. Agar sampai ke negeri impian. Dikenang oleh generasi berikutnya.

Read More......