Membebaskan Diri Dari Keterbatasan

Kita harus bersabar menghadapi ujian / apapun yang membuat kita patah semangat untuk melakukan perubahan yang baik di masyarakat. Belajarlah dari kisah seekor belalang ini. Seekor belalang yang telah lama terkurung dalam sebuah kotak, suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya tersebut. Dengan gembira ia melompat – lompat menikmati kebebasannya. Di perjalanan ia bertemu dengan seekor belalang lain. Namun dia keheranan mengapa belalang itu bias melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.

Dengan penasaran ia menghampiri belalang itu, dan bertanya, “Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh, padahal kita tidak jauh berbeda dari usia ataupun bentuk tubuh?”.
Belalang itu pun menjawabnya dengan pertanyaan, “Dimanakah kau selama ini tinggal? Karena semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan.”
Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.

Renungkan, kadang – kadang kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan yang beruntun, perkataan teman atau pendapat tetangga, seolah membuat kita terkurung dalam kotak semu yang membatasi semua kelebihan kita. Lebih sering kita mempercayai mentah – mentah apapun yang mereka voniskan kepada kita tanpa pernah berpikir benarkah kita separah itu? Bahkan buruk lagi, kita lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri. Tidakkah kita pernah mempertanyakan kepada nurani bahwa kita bisa “melompat lebih tinggi dan lebih jauh” kalau kita mau menyingkirkan “kotak” itu? Tidakkah kita ingin membebaskan diri agar kita bisa mencapai sesuatu yang selama ini kita anggap diluar batas kemampuan kita? Beruntung sebagai manusia kita dibekali Allah Swt kemampuan untuk berjuang, tidak hanya menyerah begitu saja pada apa yng kita alami. Karena saudaraku, teruslah berusaha mencapai apapun yang kita ingin capai. Sakit memang, lelah memang, tapi bila kita sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar. Namun tetap dalam koridor syariah.

Kehidupan kita akan lebih baik kalau hidup dengan cara hidup pilihan kita. Bukan cara hidup seperti yang mereka pilihkan untuk kita. Semoga bermanfaat, mohon maaf apabila kurang berkenan, Wallahu ‘alam.

Read More......

Energi Ruhiyah

Tak ada iman tanpa ujian. Kalimat itulah yang mesti dipegang seorang mukmin dalam mengarungi hidup. Susah senang adalah di antara ruang – ruang kehidupan di mana seorang mukmin diuji keimanannya. Ada yang lulus. Ada juga yang mesti mengulang. Mereka yang berguguran dalam perjuangan Islam adalah di antara yang mesti mengulang. Waktu memberikan mereka peluang untuk bangkit di lain kesempatan.

Rasulullah Saw bersabda, “Allah menguji hamba – Nya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang keluar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu – raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang keluar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah).” (HR. Ath Thabrani)

Seperti pula yang pernah diungkapkan Rasulullah Saw pada beberapa sahabat. “Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menguji hambanya dengan rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kau dia ridha dengan bagian yang diterimanya, maka Allah akam memberkahinya dan meluaskan permberian – Nya. Kaalu dia tidak ridha dengan pemberian – Nya, maka Allah tidak akan memberinya berkah.” (HR Ahmad)

Ujian rezeki yang terkesan sederhana, ternyata memang berat. Kalau saja bukan karena kasih sayang Allah Swt, seorang mukmin hanya akan berputar – putar pada masalah diri dan keluarganya. Kapan ia akan berjuang. Bagaimana ia berdaya mengangkat beban umat yang begitu berat : masalah kebodohan, perpecahan, bahkan kemiskinan umat.

Itulah yang pernah dialami Nabi Nuh dan para aktivis di sekitarnya. Mereka dianggap hina karena status social yang rendah. Allah Swt menggambarkan keadaan itu dalam surat Hud ayat 27. “Maka berkatalah pemimpin – pemimpin yang kafir dari kaumnya, ‘Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang – orang yang mengikutimu, melainkan orang – orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja. Dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami. Bahkan, kami yakin bahwa kamu adalah orang – orang yang dusta.” Namun, sejarah memberikan pelajaran berharga. Para pejuang teladan yang dianggap punya status sosial rendah itu mampu memberikan bukti. Bahwa, kekayaan bukan penentu sukses tidaknya sebuah perjuangan. Ada hal lain yang jauh lebih penting sebagai energi utama. Energi utama itu tersimpan dalam kekuatan ruhiyah yang tinggi.

Rasulullah Saw mengungkapkan itu dalam sebuah sabdanya. “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada seorang mukmin yang lemah dalam segala kebaikan. Peliharalah apa – apa yang menguntungkan kamu dan mohonlah pertolongan Allah. Jangan lemah semangat (putus asa). Jika ditimpa suatu musibah janganlah berkata, ‘Oh andaikata aku tadinya melakukan itu tentu berkibat begini dan begitu.’ Tetapi, katakanlah, ‘Ini takdir Allah dan apa yang dikehendaki Allah pasti dikerjakan – Nya.’ Ketahuilah, sesungguhnya ucapan ‘andaikan’ dan ‘jikalau’ hanya membuka peluang bagi karya setan.” (HR. Muslim). Kenyataannya energi yang dimiliki para pejuang Islam dari masa ke masa ada dalam ruhani mereka. Mereka begitu dekat dengan Yang Maha Kuat, Allah Swt. Siang mereka seperti pendekar yang menggempur musuh dengan gagah berani. Tapi malam, mereka kerap menangis dalam hamparan sajadah karena hanyut dalam zikrullah. Hati mereka begitu terpaut dalam kasih sayang Allah Swt.

Itulah energi yang begitu kuat. Sebuah kekuatan yang bisa memupus keraguan, kemalasan, dan rasa takut. Sebuah kekuatan yang bisa mengecilkan bentuk ujian hidup apapun. Termasuk ujian kemiskinan.

Read More......

Wajah Yang Jujur

Pernahkah anda menatap orang – orang terdekat anda saat ia sedang tidur?

Kalau belum, cobalah sekali saja menatap mereka saat sedang tidur. Saat itu yang tampak adalah ekspresi paling wajar dan paling jujur dari seseorang. Seorang artis yang ketika di panggung begitu mempesona dan gemerlap pun bisa jadi akan tampak polos dan jauh berbeda jika ia sedang tidur. Orang paling kejam di dunia pun jika ia tidur sudah tak akan tampak wajah bengisnya. Perhatikanlah ayah anda saat beliau sedang tidur. Sadarilah, betapa badan yang dulu kekar dan gagah itu kini semakin tua dan ringkih, betapa rambut – rambut putih mulai menghiasi kepalanya, betapa kerut merut mulai terpahat di wajahnya. Orang inilah yang tiap hari bekerja keras untuk kesejahteraan kita, anak – anaknya. Orang inilah yang rela melakukan apa saja asal perut kita kenyang dan pendidikan kita lancar.


Sekarang, beralihlah. Lihatlah ibu anda. Allah Swt berfirman, “Dan Kami perintahkan kepada manusia kepada dua orang ibu – bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang berambah – tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada – Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada – Ku lah kembalimu.” (QS. Lukman : 14). Lihat pula QS. Al Isra ayat 23 – 24, An Nisa ayat 36, Al An’am ayat 151. Hmm….. kulitnya mulai keriput dan tangan yang dulu halus membelai – belai tubuh saat kita bayi, itu kini kasar karena terpaan hidup yag keras. Orang inilah yang tiap hari mengurus kebutuhan kita. Orang inilah yang paling rajin mengingatkan dan mengomeli kita semata – mata karena rasa kasih dan sayangnya itu sering kita salah artikan.

Cobalah menatap wajah orang – orang tercinta itu : Ayah, Ibu, suami, istri, kakak, adik, anak, sahabat, semuanya. Rasakan sensasi yang timbul sesudahnya. Rasakan energi cinta yang mengalir pelan – pelan saat menatap wajah lugu yang telelap itu. Rasakan getaran cinta yang mengalir deras ketika mengingat betapa banyaknya pengorbanan yang telah dilakukan orang – orang itu untuk kebahagiaan anda. Pengorbanan yang kadang tertutup oleh kesalahpahaman kecil yang entah kenapa selalu saja nampak besar menurut kita.

Read More......

Menahan Amarah

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang – orang yang bertakwa, (yaitu) orang – orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang – orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang – orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imron : 133 - 134)



Amarah merupakan tabiat manusia yang sulit untuk dikendalikan. Dan, Allah menjadikan orang yang mampu untuk menahan amarahnya sebagai salah satu ciri orang yang bertakwa. Di samping itu Allah akan memberikan pahala kepada orang yang menahan amarahnya lalu memaafkan mereka yang menyakitinya. Allah berfirman, “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang – orang yang zalim.” (QS. Asy Syuura : 40)

Abu Hurairah R.A meriwayatkan bahwa pada suatu hari, seorang lelaki mendatangi Rasulullah Saw. ia berkata kepada beliau. Ya Rasulullah! Nasihatilah saya! Sabdanya, “Janganlah engkau marah.” Lalu beliau ulangkan beberapa kali, dan sabdanya, “Jangan engkau marah.” (HR Bukhori)

Penekanan Rasulullah Saw di atas menunjukkanbetapa pentingnya menahan amarah. Karena ia adalah penyebab terjadinya pertikaian, perpecahan, dan permusuhan. Dan bila ini terjadi, maka akan membawa dampak negatif kepada umat islam. Oleh sebab itu pula, Islam tidak membenarkan seorang Muslim untuk saling bertikai dan saling berpaling satu sama lain melebihi dari tiga malam.

Sahabat Abu Bakar RA pernah pendapatkan teguran dari Allah SWT karena kemarahan yang dilakukannya dengan bersumpah utnuk tidak memberi apa – apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri Aisyah. Allah berfirman, “Dan janganlah orang – orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat - (nya).

Betapa indahnya, jika setiap orang berusaha menahan amarahnya. Pertikaian, kerusuhan, permusuhan di mana – mana tidak akan terjadi. Karena kejahatan yang dibalas dengan kejahatan tidaklah memberikan solusi, namun menambah persoalan.

Read More......