Pertengahan Januari lalu. Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan bocah cilik asal Jombang Jawa Timur, bernama Ponari yang tiba – tiba mendapat kemampuan untuk mengobati berbagai penyakit dengan sebuah batu yang dicelupkan ke dalam air minum. Akibat ekspos media massa yang luar biasa, dengan cepat puluhan ribu orang memadati dusun tempat tinggal Ponari di Jombang. Sudah empat orang yang tewas terinjak – injak karena berdesak – desakan di gang sempit menuju rumah Ponari. Kabarnya, batu yang dengan sekali celup, air celupannya bisa mengobati segala macam penyakit. Batu yang telah menjungkirbalikkan logika ribuan anak bangsa!
Ponari, begitu pula Dewi dan entah siapa lagi yang bakal menyusul, telah menjadi fenomenal. Tapi yang lebih fenomenal dari itu semua adalah ribuan atau bahkan jutaan umat manusia yang “tersihir” dan percaya terhadap eksistensi “batu petir” dalam proses penyembuhan.
Bicara tentang batu, umat Islam telah mengenal Hajar Aswad sebagai batu yang paling popular di tengah – tengah kehidupan beragama kita, karena letak keberadaannya (di dinding Ka’bah) dan posisinya di dalam jiwa kaum muslimin, karena kaitannya dengan ibadah thawaf.
Tapi kendati pun demikian, batu adalah batu, dia tidak bisa memberi manfaat kepada siapa pun, atau pun mencelakakannya. Adapun kita sampai menciumnya, itu tidak lebih semata – mata dalam rangka meneladani apa yang diperbuat Rasulullah Saw sebagai tauladan bagi manusia. Dan konsep ini sangat dipahami sekali oleh generasi pertama umat ini, para salaf, sampai – sampai Umar bin Khattab RA, khalifah yang kedua, ketika menciumnya, ia berkata, “Sesungguhnya Aku benar – benar tahu bahwa kamu hanya batu, tidak bisa memberi manfaat atau celaka, kalau saja Aku tidak melihat Nabi Saw menciummu, Aku tidak akan menciummu.” (HR Muttafaqun ‘Alaihi dari Umar RA).
Saat ini “batu langit” itu telah menjerumuskan umat kepada kesyirikan kepada Allah Swt. Karena mereka yang mengakui eksistensi batu tersebut dalam proses penyembuhan, tidak lepas dari tiga kelompok manusia :
Yang pertama : mereka yang meyakini bahwa kesembuhan semata – mata berkat kekuatan batu, tidak ada campur tangan Allah Swt. Dalam hal ini maka, mereka telah jatuh kepada kesyirikan yang besar. Karena mereka telah meyakini ada selain Allah Swt yang menyembuhkan.
Yang kedua : mereka yang meyakini bahwa kesembuhan datangnya dari Allah Swt dan batu hanya sebagai sebab. Maka mereka telah terjatuh kepada syirik (asghor), karena mereka telah menjadikan sesuatu yang bukan sebab sebagai sebab.
Dan yang ketiga : juga merupakan syirik, yaitu mereka yang meyakini batu tersebut ada barakahnya. Sehingga mereka berebut meminum air celupannya dengan niatan mengharap barakahnya.
Al Iman At Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Waqid Al Laitsi RA, ia berkisah, “Kami pergi bersama Rasulullah Saw menuju Hunain dan (waktu itu) kami belum lama masuk Islam. Dan orang – orang musyrikin mempunyai pohon Bidara yang mereka jadikan tempat semedi dan menggantungkan senjata – senjata mereka dibawahnya (mengharapkan barakahnya) yang mereka namakan dengan sebutan Dzatu Anwath. Maka (ketika) kami melewati sebuah pohon Bidara, kami berkata : Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath seperti orang – orang musyrikin punya Dzatu Anwath.
Rasulullah Saw bersabda, “Allahu Akbar! Sesungguhnya ini adalah suatu jalan / ajaran, apa yang kalian ucapkan demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan – Nya persis seperti yang pernah diucapkan Bani Israil kepada Musa, “Buatkanlah untuk kami sesembahan (selain Allah) sebagaimana mereka punya sesembahan, Musa berkata : “Kalian adalah kaum yang jahil”. Rasulullah Saw melanjutkan : “Kalian akan benar – benar mengikuti jalan – jalan umat sebelum kalian.” Dan ketahuilah kesyirikan apa pun bentuknya merupakan kedzaliman yang paling besar. Allah Swt berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakkku, jangalah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar – benar kezaliman yang besar.” (QS Luqman : 13). Dan kesyirikan adalah dosa yang tidak diampuni, Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki – Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An Nisa : 48)
Dan karena kesyirikan (besar), Allah Swt haramkan seseorang masuk ke dalam surga, firman – Nya, “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang – orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS Al Maidah : 72)
Maka wajib bagi ulama Islam, tokoh – tokoh agama untuk menerangkan masalah ini kepada umat dan mencegah mereka dari terperosok ke dalam jurang – jurang kebinasaan, sebagaimana wajib bagi pihak yang berwajib untuk menutup praktek pngobatan ini serta praktek – praktek yang serupa, karena ini semua hanya berakibat pada kerugian bangsa, negara dan umat seluruhnya. Allah Swt berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang – orang yang telah diberi kitab (yaitu) : “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,” lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggun mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tuakran yang mereka terima.” (QS Ali Imran : 187)
Demikian, semoga Allah mengaruniakan kita pemahaman yang benar sehingga terhindar dari perbuatan – perbuatan yang melanggar syariat – Nya. Mari kita bentengi diri dan keluarga kita dari segala bentuk kemusyrikan dengan senantiasa tholabul ilmi dan bergaul bersama ulama – ulama shalih. Agar kita selamat. Wallahu a’lam bis shawab.
Ponari, begitu pula Dewi dan entah siapa lagi yang bakal menyusul, telah menjadi fenomenal. Tapi yang lebih fenomenal dari itu semua adalah ribuan atau bahkan jutaan umat manusia yang “tersihir” dan percaya terhadap eksistensi “batu petir” dalam proses penyembuhan.
Bicara tentang batu, umat Islam telah mengenal Hajar Aswad sebagai batu yang paling popular di tengah – tengah kehidupan beragama kita, karena letak keberadaannya (di dinding Ka’bah) dan posisinya di dalam jiwa kaum muslimin, karena kaitannya dengan ibadah thawaf.
Tapi kendati pun demikian, batu adalah batu, dia tidak bisa memberi manfaat kepada siapa pun, atau pun mencelakakannya. Adapun kita sampai menciumnya, itu tidak lebih semata – mata dalam rangka meneladani apa yang diperbuat Rasulullah Saw sebagai tauladan bagi manusia. Dan konsep ini sangat dipahami sekali oleh generasi pertama umat ini, para salaf, sampai – sampai Umar bin Khattab RA, khalifah yang kedua, ketika menciumnya, ia berkata, “Sesungguhnya Aku benar – benar tahu bahwa kamu hanya batu, tidak bisa memberi manfaat atau celaka, kalau saja Aku tidak melihat Nabi Saw menciummu, Aku tidak akan menciummu.” (HR Muttafaqun ‘Alaihi dari Umar RA).
Saat ini “batu langit” itu telah menjerumuskan umat kepada kesyirikan kepada Allah Swt. Karena mereka yang mengakui eksistensi batu tersebut dalam proses penyembuhan, tidak lepas dari tiga kelompok manusia :
Yang pertama : mereka yang meyakini bahwa kesembuhan semata – mata berkat kekuatan batu, tidak ada campur tangan Allah Swt. Dalam hal ini maka, mereka telah jatuh kepada kesyirikan yang besar. Karena mereka telah meyakini ada selain Allah Swt yang menyembuhkan.
Yang kedua : mereka yang meyakini bahwa kesembuhan datangnya dari Allah Swt dan batu hanya sebagai sebab. Maka mereka telah terjatuh kepada syirik (asghor), karena mereka telah menjadikan sesuatu yang bukan sebab sebagai sebab.
Dan yang ketiga : juga merupakan syirik, yaitu mereka yang meyakini batu tersebut ada barakahnya. Sehingga mereka berebut meminum air celupannya dengan niatan mengharap barakahnya.
Al Iman At Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Waqid Al Laitsi RA, ia berkisah, “Kami pergi bersama Rasulullah Saw menuju Hunain dan (waktu itu) kami belum lama masuk Islam. Dan orang – orang musyrikin mempunyai pohon Bidara yang mereka jadikan tempat semedi dan menggantungkan senjata – senjata mereka dibawahnya (mengharapkan barakahnya) yang mereka namakan dengan sebutan Dzatu Anwath. Maka (ketika) kami melewati sebuah pohon Bidara, kami berkata : Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath seperti orang – orang musyrikin punya Dzatu Anwath.
Rasulullah Saw bersabda, “Allahu Akbar! Sesungguhnya ini adalah suatu jalan / ajaran, apa yang kalian ucapkan demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan – Nya persis seperti yang pernah diucapkan Bani Israil kepada Musa, “Buatkanlah untuk kami sesembahan (selain Allah) sebagaimana mereka punya sesembahan, Musa berkata : “Kalian adalah kaum yang jahil”. Rasulullah Saw melanjutkan : “Kalian akan benar – benar mengikuti jalan – jalan umat sebelum kalian.” Dan ketahuilah kesyirikan apa pun bentuknya merupakan kedzaliman yang paling besar. Allah Swt berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakkku, jangalah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar – benar kezaliman yang besar.” (QS Luqman : 13). Dan kesyirikan adalah dosa yang tidak diampuni, Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki – Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An Nisa : 48)
Dan karena kesyirikan (besar), Allah Swt haramkan seseorang masuk ke dalam surga, firman – Nya, “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang – orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS Al Maidah : 72)
Maka wajib bagi ulama Islam, tokoh – tokoh agama untuk menerangkan masalah ini kepada umat dan mencegah mereka dari terperosok ke dalam jurang – jurang kebinasaan, sebagaimana wajib bagi pihak yang berwajib untuk menutup praktek pngobatan ini serta praktek – praktek yang serupa, karena ini semua hanya berakibat pada kerugian bangsa, negara dan umat seluruhnya. Allah Swt berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang – orang yang telah diberi kitab (yaitu) : “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,” lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggun mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tuakran yang mereka terima.” (QS Ali Imran : 187)
Demikian, semoga Allah mengaruniakan kita pemahaman yang benar sehingga terhindar dari perbuatan – perbuatan yang melanggar syariat – Nya. Mari kita bentengi diri dan keluarga kita dari segala bentuk kemusyrikan dengan senantiasa tholabul ilmi dan bergaul bersama ulama – ulama shalih. Agar kita selamat. Wallahu a’lam bis shawab.
0 komentar:
:f :D :) ;;) :x :$ x( :?
:@ :~ :| :)) :( :s :(( :o
Post a Comment