Allah ‘Azza wa Jalla berfirman : “Hanyalah yang memakmurkan masjid – masjid Allah ialah orang – orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang – orang yang diharapkan termasuk golongan orang – orang yang mendapat petunjuk.” (QS At Taubah : 18)
Selemah – lemahnya iman adalah risau dan berdoa. Sekuat – kuatnya iman adalah tanggung jawab dan memerangi kemungkaran,. Jadi cuek dan apatis sama dengan kehilangan iman.
Kalimat diatas adalah SMS dari sahabat karib saya. SMS yang menarik. Kata – katanya nendang banget. Bayangkan saja di saat risau pun kita masih dianggap mempunyai iman. Sangat cocok dengan hadits Rasuluulah Saw : “Barangsiapa yang melihat kemunkaran hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu hendaklah ia rubah dengan lisannya (nasihat), manakala tidak mampu dengan lisan hendaklah ia rubah dengan hati (doa). Dan hati (doa) termasuk selemah – lemahnya iman.”
Alkisah, sahabat saya ini gundah ketika melihat fenomena banyaknya masjid – masjid megah yang bermunculan dimana – mana namun kering akan ruh Islam dan dakwah didalamnya. Bahkan lanjutnya, kata sahabat saya, hal ini akan menjadikan alamat buruk bagi perkembangan Islam ke depan. Begitulah kegundahan itu akhirnya ia tuangkan dalam SMS ‘getirnya’ kepada saya.
Memang, saat kita risau mengapa masjid kita sepi sekalipun itu hari jumat, saat risau masjid kita tidak ada yang mengurusi, saat kita risau masjid kita hanya dijadikan pajangan dan seremonial ibadah semata tanpa mampu memberikan ruh pencerahan dan perbaikan bagi pemeluknya, tidak ada nuansa lain seperti pengajian, tadabbur Qur’an, ataupun taman baca Al Qur’an untuk para orang tua serta adik – adik penerus estafet dakwah ini. Saat kita risau dengan banyaknya masjid di sebuah kampung kecil, tapi jarang aktivitas keagamaan. Saya pernah mendengar seorang ustadz menyampaikan sebuah hadits Nabi Muhammad Saw bahwa akan datang suatu zaman, Islam hanya tinggal nama, Al Qur’an hanya sebagai pajangan saja. Na’udzubillahi Min Dzalik.
Saya berpikir, alangkah mubadzirnya, membangun banyak masjid tapi tidak bisa memakmurkan masjid itu sendiri. Alangkah ngemannya dengan puluhan bahkan ratusan juta rupiah membangun masjid, namun setelah jadi justru dibiarkan mangkrak. Sepetinya hanya dijadikan symbol – symbol belaka. Dan hal semacam itu benar – benar terjadi di kampung saya. Bayangkan saja, kampung saya itu kampung kecil di kelurahan saya. Kampung kecil itu terdiri dari 3 Rt, ada 3 masjid. Pembangunan masjid yang kedua dan ketiga pun melalui perdebatan yang sengit. Saya heran apa alasan mereka membangun masjid lagi. Padahal masjid yang pertama kalau bulan puasa saja hanya ada 5 – 7 orang jamaah.
Bukankah lebih baik kita membangun satu masjid saja, namun ktia bisa memakmurkannya? Dengan kegiatan – kegiatan yang bermanfaat. Pengajian rutin, tadarus Al Qur’an, atau pun TPA untuk anak – anak. Atau kalau memang harus membangun masjid, kenapa harus didahului kalimat permusuhan dan perdebatan yang pada akhirnya meruntuhkan nilai – nilai uhkuwah Islamiyah yang telah lama dibangun?
Problem seperti ini hendaknya menjadi perhatian serius para ulama, asatidz, ormas Islam dan mereka – mereka yang memiliki kompetensi dalam bidang ini. Perlu solusi mendesak bagimana menghidupkan masjid – masjid kita yang menjadi basis dakwah dan basis perbaikan umat ini mendapat perhatian serius. Menurut saya, sangat bagus sih ada banyak masjid tapi kita juga bisa memakmurkannya.
Semoga saja saya masih mempunyai iman. Karena saya pun termasuk (meminjam istilah bang Haji Dedy Miswar) dalam kategori “Para Pencari Tuhan”. Robbli Hablii Minnashshoolihiin. (Ubaidilah di bumi Allah)
Selemah – lemahnya iman adalah risau dan berdoa. Sekuat – kuatnya iman adalah tanggung jawab dan memerangi kemungkaran,. Jadi cuek dan apatis sama dengan kehilangan iman.
Kalimat diatas adalah SMS dari sahabat karib saya. SMS yang menarik. Kata – katanya nendang banget. Bayangkan saja di saat risau pun kita masih dianggap mempunyai iman. Sangat cocok dengan hadits Rasuluulah Saw : “Barangsiapa yang melihat kemunkaran hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu hendaklah ia rubah dengan lisannya (nasihat), manakala tidak mampu dengan lisan hendaklah ia rubah dengan hati (doa). Dan hati (doa) termasuk selemah – lemahnya iman.”
Alkisah, sahabat saya ini gundah ketika melihat fenomena banyaknya masjid – masjid megah yang bermunculan dimana – mana namun kering akan ruh Islam dan dakwah didalamnya. Bahkan lanjutnya, kata sahabat saya, hal ini akan menjadikan alamat buruk bagi perkembangan Islam ke depan. Begitulah kegundahan itu akhirnya ia tuangkan dalam SMS ‘getirnya’ kepada saya.
Memang, saat kita risau mengapa masjid kita sepi sekalipun itu hari jumat, saat risau masjid kita tidak ada yang mengurusi, saat kita risau masjid kita hanya dijadikan pajangan dan seremonial ibadah semata tanpa mampu memberikan ruh pencerahan dan perbaikan bagi pemeluknya, tidak ada nuansa lain seperti pengajian, tadabbur Qur’an, ataupun taman baca Al Qur’an untuk para orang tua serta adik – adik penerus estafet dakwah ini. Saat kita risau dengan banyaknya masjid di sebuah kampung kecil, tapi jarang aktivitas keagamaan. Saya pernah mendengar seorang ustadz menyampaikan sebuah hadits Nabi Muhammad Saw bahwa akan datang suatu zaman, Islam hanya tinggal nama, Al Qur’an hanya sebagai pajangan saja. Na’udzubillahi Min Dzalik.
Saya berpikir, alangkah mubadzirnya, membangun banyak masjid tapi tidak bisa memakmurkan masjid itu sendiri. Alangkah ngemannya dengan puluhan bahkan ratusan juta rupiah membangun masjid, namun setelah jadi justru dibiarkan mangkrak. Sepetinya hanya dijadikan symbol – symbol belaka. Dan hal semacam itu benar – benar terjadi di kampung saya. Bayangkan saja, kampung saya itu kampung kecil di kelurahan saya. Kampung kecil itu terdiri dari 3 Rt, ada 3 masjid. Pembangunan masjid yang kedua dan ketiga pun melalui perdebatan yang sengit. Saya heran apa alasan mereka membangun masjid lagi. Padahal masjid yang pertama kalau bulan puasa saja hanya ada 5 – 7 orang jamaah.
Bukankah lebih baik kita membangun satu masjid saja, namun ktia bisa memakmurkannya? Dengan kegiatan – kegiatan yang bermanfaat. Pengajian rutin, tadarus Al Qur’an, atau pun TPA untuk anak – anak. Atau kalau memang harus membangun masjid, kenapa harus didahului kalimat permusuhan dan perdebatan yang pada akhirnya meruntuhkan nilai – nilai uhkuwah Islamiyah yang telah lama dibangun?
Problem seperti ini hendaknya menjadi perhatian serius para ulama, asatidz, ormas Islam dan mereka – mereka yang memiliki kompetensi dalam bidang ini. Perlu solusi mendesak bagimana menghidupkan masjid – masjid kita yang menjadi basis dakwah dan basis perbaikan umat ini mendapat perhatian serius. Menurut saya, sangat bagus sih ada banyak masjid tapi kita juga bisa memakmurkannya.
Semoga saja saya masih mempunyai iman. Karena saya pun termasuk (meminjam istilah bang Haji Dedy Miswar) dalam kategori “Para Pencari Tuhan”. Robbli Hablii Minnashshoolihiin. (Ubaidilah di bumi Allah)
0 komentar:
:f :D :) ;;) :x :$ x( :?
:@ :~ :| :)) :( :s :(( :o
Post a Comment