Memilih Pemimpin Dan Wakil Rahyat

Fatwa tentang memilih pemimpin dan wakil rakyat :

Pertama, memilih pemimpin yang beriman dan bertaqwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan inspiratif (tabligh), mepunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat islam, hukumnya adalah wajib. Dasar fatwa tersebut adalah firman Allah SWT :

“Hai orang – orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar – benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An Nisa : 59)

Kedua, memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat – syarat sebagaimana disebutkan diatasi atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat, hukumnya adalah haram.

Dasar penetapan fatwa ini adalah hadits Nabi Saw :
“Dari Abdullah bin Amr bin ‘Aufa Muzani, dari ayahnya, dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “Perjanjian boleh dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat – syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menhalalkan yang haram”. (HR At Tirmidzi)

Dengan demikian tegaslah bahwa fatwa MUI tentang memilih dalam pemilu itu adalah :
Pertama, wajib bagi setiap muslim memilih pemimpin dan wakil rakyat yang : beriman dan bertaqwa, jujur, terpercaya, aktif dan aspiratif, mempunyai kemampuan, dan memperjuangkan kepentingan umat islam.

Kedua, haram bagi setiap muslim memilih pemimpin dan wakil rakyat yang : tidak beriman, tidak bertaqwa, tidak jujur, tidak terpercaya, tidak aktif dan tidak aspiratif, tidak mempunyai kemampuan, dan tidak memperjuangkan kepentingan umat islam.

Renungkanlah sabda baginda Rasulullah Saw : “Barangsiapa memilih seorang pemimpin padahal ia tahu ada orang lain yang lebih pantas untuk dijadikan pemimpin dan lebih faham terhadap kitab Allah dan sunnah RasulNya, maka ia telah menghianati Allah, RasulNya, dan semua orang beriman”. (HR At Thabrani).

Referensi : Kutipan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Pusat.

0 komentar:

Post a Comment