Mengambil Hikmah Dari Kisah Batu Bertuah

Fenomena batu bertuah yang diyakini oleh sebagian orang mampu menyembuhkan berbagai penyakit, hingga detik ini masih menghiasi pemberitaan surat kabar dan media elektronik nasional. Meski kabar terakhir praktek pengobatan Ponari dan yang lainnya sudah ditutup oleh aparat yang berwajib, toh tetap saja berjubel oleh sebagian masyarakat yang ingin berobat. Mengharap kesembuhan dari ‘batu langit’ tersebut. Info terbaru, kabarnya batu petir seperti milik Ponari, tak hanya ada di Kabupaten Jombang, Provinsi Jatim tapi juga muncul di rumah Ny Nunun (46 tahun) di Kampung Negarakasih, Kelurahan Kertanegara, Kecamatan Cibeurem, Kota Tasikmalaya.

Kita patut bersyukur praktek – praktek pengobatan klenik tersebut segera ditutup, selain akan merusak nilai – nilai aqidah umat Islam, praktek – praktek semacam itu adalah upaya pembodohan masyarakat khususnya bagi dunia kesehatan kita. Setidaknya kita bisa memetik pelajaran dan hikmah dari kasus Ponari dkk tersebut :

Pertama, pelajaran berharga bagi dunia kesehatan kita bahwa selama ini disadari atau tidak disadari ternyata akses layanan kesehatan masyarakat kita cenderung kurang memuaskan, berbelit – belit dan bertele – tele khususnya bagi warga miskin.

Bayangkan untuk mendapat keringanan berobat saja, mereka harus mendapat keterangan penduduk miskin dari kelurahan atau kecamatan. Nah, alur berbelit seperti ini mempengaruhi pola fikir masyarakat kita. Sehingga masyarakant miskin akan mencari alternative solusi yang serba cepat. Maka jangan salahkan mereka kalau si miskin sering mengambil jalan pintas bahkan terkadang tak rasional. Padahal seharusnya tidak demikian, sebagai penyedia tenaga medis dan fasilitas kesehatan, rumah sakit atau puskesmas mempunyai tugas mengobati memberikan kemudahan dalam proses administrasinya dan lain sebagainya.

Kedua, mahalnya pengobatan di Indonesia, di Singapura saja pengobatan untuk masyarakat miskin digratiskan. Tapi di Negara kita sendiri bidang kesehatan menjadi salah satu sector bisnis yang menjanjikan untung besar. Mungkin ada benarnya anggapan bahwa ‘orang miskin dilarang sakit’.

Ketiga, perlu ada reformasi regulasi atau aturan bidang kesehatan yang tidak pro kepentingan rakyat miskin (minimal menyulitkan) sebaiknya dirubah. Sudah jelas diatur dalam undang – undang Negara kita bahwa fakir miskin dan anak – anak terlantar dilindungi dan dipelihara oleh negara.

Dalam Islam kesehatan masyarakat sangat penting. Demikian Rasulullah mengarahkan di banyak hadits – hadits beliau, “Kewajiban setiap muslim adalah menggunakan satu hari dari tujuh hari untuk mencuci rambut dan badannya” (HR Muttafaqun ‘Alaihi). “Barang siapa yang memiliki rambut, hendaknya ia merawatnya dengan baik” (HR Abu Daud). “Sesungguhnya Allah Maha Indah mencintai keindahan, Allah Maha Baik menyukai kebaikan, Allah Maha Bersih mencintai kebersihan. Karena itu bersihkanlah teras rumah kalian dan janganlah kalian seperti orang – orang Yahudi” (HR Tirmidzi).

Tidak sekedar anjuran teoritis, Rasulullah Saw pernah memanggil dokter untuk mengobati Ubay bin Kaab. Rasulullah Saw sendiri mendatangi seorang dokter saat sakit dan mengatakan : “Siapa diantara kalian yang paling pandai dalam ilmu pengobatan? Salah seorang mereka berkata : Apakah ilmu kesehatan ada manfaatnya wahai Rasulullah? Rasulullah Saw menjawab : Dzat yang menurunkan penyakit telah pula menurunkan obatnya” (HR Imam Malik dalam kitab Al Muwatha’).

“Setiap penyakit itu ada obatnya, apabila penyakit itu telah kena obat, ia akan sembuh dengan izin Allah Swt.” (HR Imam Muslim dan Ahmad).

Karenanya Rasulullah Saw di dalam banyak hadits mengajarkan umatnya berdo’a “Ya Allah, sehatkan badanku, sehatkan telingaku, sehatkan penglihatanku, jadikan semua itu pewaris hidupku”. Semoga kita termasuk hamba Allah Swt yang senantiasa menjaga kesehatan dan ahli kebaikan, terhindar dari praktek pengobatan yang menyesatkan aqidah kita.

0 komentar:

Post a Comment